Jika dikatakan ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Bagi saya itu sangat tepat. Dan itu adalah ungkapan yang mewakili semua perasaan cinta dan sayang saya kepada ayah saya. Dulu tiap kemana-mana, saya selalu berdua dengan ayah saya. Dari saya pulang sekolah, dijemput ayah saya. Sampai papa keluar bertemu temannya, papa ingin kemana-mana, selalu mengajak saya dalam perjalannya. Sehingga tidak jarang saya baru pulang kerumah dengan seragam sekolah. Pulan jam 7-9 malam, masih dengan seragam merah putih di badan. Dan bersama ayah.
Ketakutan Terbesar Terjadi Lebih Cepat Sampai Tidak Ada Rasa Takut
Momen bersama ayah adalah momen terbaik dalam hidup saya. Semua orang pasti mengatakan saya anak kesayangan ayah. Anak mas. Dimana ada saya pasti ada ayah saya, dimana ada ayah saya, akan ada anak perempuan kecil yang menempel di kakinya. Dan itu saya. Sehingga semua betapa kami berdua saling bergantungan satu sama lain. Sehingga saat ayah saya meninggal. Semua orang yang datang berkunjung saat duka, semua mata tertuju pada saya dan mama. Semua ucapan yang saya dengar adalah, itu anak kesayangan papa nya. Aduh kasian. Aduh bagaimana nanti saya besar.
Sehingga saat selama acara duka, saya tidak berani menatap para mata orang-orang yang datang, sampai teman-teman sekelas saya pun, saya tidak berani menatapnya. Saya hanya melihat tangan, sambil orang-orang mengantri menjambat tangan dan menyampaikan rasa bela sungkawa mereka. Sehingga saya tidak ingat siapa saja yang datang saat itu. Saya tidak ingat siapa saja yang ada di sana. Dan itu adalah momen yang paling berat yang saya hadapi. Hal yang paling saya takutkan terjadi.
Sehingga semenjak saat itu rasanya tidak ada hasrat untuk apa-apa. Tidak ada mimpi, tidak ada cita-cita. Tidak ada keinginan. Dan semenjak itu rasanya sudah tidak ada yang saya takutkan. Dulu saya takut tersesat. Saya takut sendiri. Tapi sejak ayah saya meninggal, saya menjadi lebih menikmati waktu saya dengan sendiri. Berjalan sendiri, dan pun kalau tersesat, saya lebih memilih untuk menikmati itu.